PSSI Aceh Menolak Sepak Bola Wanita Di Aceh
Ketua Umum Asosiasi Provinsi (Asprov) PSSI, Aceh Nazir Adam, terkejut mendengar kabar adanya kompetisi sepak bola wanita di Lhokseumawe, Aceh.
Nazir menyatakan, Asprov PSSI Aceh tidak pernah menerima laporan atau surat pemberitahuan dari panitia kompetisi sepak bola wanita itu. Nazir baru mengetahui setelah adanya pemberitaan media.
"Kami tidak mengetahui dari mana muncul klub dan siapa yang mengadakan kompetisi itu. Tidak ada laporan pemberitahuan ke PSSI, tidak ada yang menghubungi saya. Terkejut juga ada di Lhokseumawe kok bisa terjadi," kata Nazir.
Menurut Nazir, adanya aksi penolakan di tengah masyarakat tentang sepak bola wanita dinilai wajar dan sah-sah saja. Sebab dalam catatan sejarah sepak bola Tanah Rencong, belum pernah ada tim atau kompetisi sepak bola untuk wanita.
Terlebih, kata dia, di Aceh tidak ada pembinaan khusus sepak bola wanita karena tidak sesuai dengan kearifan lokal di tengah masyarakat.
"Sah-sah saja kalau ada yang nolak, justru saya tidak mau menempatkan lembaga sepak bola wanita karena tidak sesuai dengan kultur, budaya, kearifan lokal, dan karakter masyarakat kita," ujar dia.
Nazir tidak menampik perkembangan sepak bola juga telah digandrungi oleh kaum hawa. Hampir semua negara, bahkan Indonesia telah memiliki tim sepak bola wanita. Akan tetapi khusus Aceh, PSSI tidak akan membuka peluang atau pembinaan untuk hal itu.
"Sepak bola wanita memang ada, tetapi di Aceh enggak buka," Ujar Nizar.
Sebagai daerah yang dikenal akan Syariat Islam, Aceh masih menganggap sepak bola wanita sebagai tabu. Di sepanjang pesisir pantai utara, dan barat-selatan Aceh sepak bola wanita adalah perkara langka. Jika pun ada, olah raga ini akan terlihat canggung apabila digeluti oleh perempuan.
Namun demikian, tim-tim sepak bola wanita di Serambi Makkah, sudah terbentuk sejak dua tahun kebelakang. Meski masih menutup diri, hobi ini mulai disalurkan.
Di Kabupaten Aceh Tamiang dan Langsa, tim sepak bola wanita bahkan telah mengikuti kompetisi hingga ke Sumatra Utara. Selama berlatih mereka menggunakan lapangan mini yang biasa buat futsal.
Nazir menyatakan, Asprov PSSI Aceh tidak pernah menerima laporan atau surat pemberitahuan dari panitia kompetisi sepak bola wanita itu. Nazir baru mengetahui setelah adanya pemberitaan media.
"Kami tidak mengetahui dari mana muncul klub dan siapa yang mengadakan kompetisi itu. Tidak ada laporan pemberitahuan ke PSSI, tidak ada yang menghubungi saya. Terkejut juga ada di Lhokseumawe kok bisa terjadi," kata Nazir.
Menurut Nazir, adanya aksi penolakan di tengah masyarakat tentang sepak bola wanita dinilai wajar dan sah-sah saja. Sebab dalam catatan sejarah sepak bola Tanah Rencong, belum pernah ada tim atau kompetisi sepak bola untuk wanita.
Terlebih, kata dia, di Aceh tidak ada pembinaan khusus sepak bola wanita karena tidak sesuai dengan kearifan lokal di tengah masyarakat.
"Sah-sah saja kalau ada yang nolak, justru saya tidak mau menempatkan lembaga sepak bola wanita karena tidak sesuai dengan kultur, budaya, kearifan lokal, dan karakter masyarakat kita," ujar dia.
Nazir tidak menampik perkembangan sepak bola juga telah digandrungi oleh kaum hawa. Hampir semua negara, bahkan Indonesia telah memiliki tim sepak bola wanita. Akan tetapi khusus Aceh, PSSI tidak akan membuka peluang atau pembinaan untuk hal itu.
"Sepak bola wanita memang ada, tetapi di Aceh enggak buka," Ujar Nizar.
Sebagai daerah yang dikenal akan Syariat Islam, Aceh masih menganggap sepak bola wanita sebagai tabu. Di sepanjang pesisir pantai utara, dan barat-selatan Aceh sepak bola wanita adalah perkara langka. Jika pun ada, olah raga ini akan terlihat canggung apabila digeluti oleh perempuan.
Namun demikian, tim-tim sepak bola wanita di Serambi Makkah, sudah terbentuk sejak dua tahun kebelakang. Meski masih menutup diri, hobi ini mulai disalurkan.
Di Kabupaten Aceh Tamiang dan Langsa, tim sepak bola wanita bahkan telah mengikuti kompetisi hingga ke Sumatra Utara. Selama berlatih mereka menggunakan lapangan mini yang biasa buat futsal.